Senin, 03 Agustus 2009

Eksistensi Konsistensi,sebuah quo vadis???



Disebuah padepokan "theorya" yang lusuh terdapat aktifitas keilmuan .Seorang Murid bertanya kepada gurunya yang bijak,"maaf guru apakah di dunia yang serba relatif dan "berubah" ini adakah yang dinamakan konsistensi, lalu adakah persona individu yang konsisten terhadap nilai2,perangkat paradigma yang ia yakini"?. murid yang lain menjawab dengan acuhnya, "nonsen,tidak ada dan tidak akan bisa manusia itu konsisten!!. sang Guru berkata yang sabar terhadap murid tersebut sekilas bertanya kembali, "murid ku yang pintar, atas alasan apa kau berpendapat bahwa manusia tidak akan pernah bisa untuk konsisten??". "Sebab manusia itu dipengaruhi lingkungannya, dan sejarah umat manusia tidak mencatat pribadi yang manut akan nilai serta pandangan yang ia yakini",jawab murid tersebut dengan yakinnya.

"apa kamu tahu yang dinamakan dengan "konsistensi" murid ku??". jawab sang murid lainnya "bagi ku konsisten adalah yakin terhadap nilai yang di anggap ideal serta paripurna bagi dirinya." terlepas perspektif orang lainnya salah atau tidak, bagi orang yang konsisten, ia tidak akan terpengaruh terhadap pendapat orang lain. "jadi bagi Mu ada orang seperti itu??. dengan tegas murid itu menjawab "TIdak ada !"

Dengan ketampakkan bijaknya, sang Guru kemudian berusaha menjawab rasa ingn tahu murid2 tersebut. Baiklah kita awali dengan terminologi kata tersebut. Konsistensi dalam ilmu logika merupakan sebuah sematik dengan sematik dimana antara satu dengan lainnya tidak mengandung kontradiksi. dengan kata lain, antara pemis2 yang ada,tidak tedapat pertentangan yang signifikan. "Konsistensi adalah keteguhan terhadap tujuan, dan usaha/pengembangan yang tak kerkesudahan" lanjutnya. manusia yang hidup dan diberi karunia akal oleh Tuhannya, mestilah memiliki nilai, seperangkat paradigma (melalui bentukan akademis maupun lingkungan) terhadap tujuan hidupnya. karena betapa sedinya seorang manusia yang tidak memiliki pandangan hidup serta yakin akan pandangan hidupnya tersebut. lalu dimana "konsistensi" akan kita letakkan?. dalam kerangka filsafat, episteme eksistensi mesti berkesinambungan dengan aksiologis atau perwujudan sikap serta tindakan terhadap nilai2 tersebut. pada aspek tersebutlah, peranan konsistensi amat penting dalam membangun serta merajut kepingan2 nilai menjadi suatu wujud yang hakiki.

kalian pernah mendengar cerita tentang kematian Filsuf yunani, Socrates??. "tentu saja pernah, ia mati karena mempertahankan pendiriannya tentang gagasan mengenai gaya tunggal dan transenden yang ada di balik pergerakan alam ini. Dengan demikian, Socrates memiliki pandangan yang bertentangan dengan kepercayaan umum masyarakat Yunani saat itu, yaitu kepercayaan pada kuil (oracle) dari dewa-dewa, oleh krenanya ia dihukum untuk meminum racun oleh penguasa Yunani kala itu", jawab sang murid. "Excelent!," sang Guru mengapreasiasi jawaban muridnya tersebut. distulah letak konsistensi, socrates rela menanggalkan kehidupannya demi sebuah "pendirian"!, semua murid memandang diam terfokus pada sang Guru. sebenarnya socrates bisa saja selamat dari kematian asal dia menanggalkan pendiriannya tersebut, tapi faktanya ia tidak melakukan hal tersebut, karena ia konsisten dengan apa yang menurutnya (melalui kontemplasi yang sakral) benar.

"munginkah socrates itu cuma mitos Guru?", bertanya kembali seorang murid yang sedari tadi tertuju pada bahan bacaan di tangannya. apakah testimoni beribu ilmuwan sejarah dunia adalah kebohongan?, bagi Ku tidak wahai murid ku. sejarah pun turut di bentuk oleh sebuah konsistensi, pendulum sejarah tidak akan pernah mencatat perubahan yang maha dahsyat apabila para pelaku sejarah hanya manut terhadap keadaan serta merelatifkan segala hal. revolusi Prancis tidak akan pernah terjadi tanpa adanya konsistensi masyarakat terhadap nilai2 liberte, egalite atau fraternite. Abad pencerahan di eropa tidak akan terlaksana apabila para ilmuwan taqlid terhadap aturan gereja serta melacurkan pendiriannya tentang logika ilmu pengetahuan yang rasional, murid2 semakin terdiam.
Kalian mengimani Nabi Muhammad???. "terang saja Guru, kami cinta Rosul" sebagian murid menjawab. sambil tersenyum sang guru melanjutkan "kalau kalian mengimani rosul, artinya kalian juga mesti "mengimani" konsistensinya terhadap perjuangan tegaknya Islam di zamannya. tanpa konsistensi, nabi mungkin akan menyerah kepada politik penghinaan kaum quraisy ataupun politik adu dombanya kaum yahudi ketika itu. "tapi itu karena dia nabi, dan nabi pasti di tuntun oleh Tuhan Guru", jawab salah satu murid tidak mau menyerah atas jawaban sang Guru. kalian pernah mendengan cerita tentang nabi Yunus AS ? beliau juga nabi, tapi konsistensinya sempat terputus ketika ia meninggalkan kaumnya. kalau bukan karena "teguran Tuhan melalui seekor paus" mungkin beliau tdak akan pernah kembali.
betapa banyak para "punggawa" sejarah yang membuat "dentuman" sejarah karena konsistensinya,tanpa itu mereka hanyalah penonton!!!.

akhirnya sang guru bertanya " apakah kalian masih menafikan abstraksi konsistensi??. dengan analogi yang lain, apakah kalian akan bermanja di mainkan oleh relatifitas dunia ini tanpa semangat perubahan yang lahir dari konsistnsi paradigma kebaikan? itu semua piliham kalian murid ku.
"KENALILAH DIRI MU" sang Guru mnutup dengan sebuah kata familiar yang di ucapkan socrates era yunani klasik,,dan semua murid pun tersenyum.

Tidak ada komentar: