Jumat, 13 Februari 2009

Cinta dan harapan



Cinta, merupakan sebuah tema besar “big theme”, yang dari ihwal penciptaan manusia hingga kini bahkan hingga akhir nanti tidak akan pernah surut untuk di perbincangkan. Kedahsyatan Cinta dapat membuat manusia secara spontan serta reflektif menjadi seorang pujangga cinta. Di saat manusia di-mabuk kepayang-kan oleh pesona cinta, setiap perenungannya, bulir kata yang terucap bahkan diamnya selalu tertuju kepada yang di cinta. Desah nafasnya tidak pernah terhenti dari hembusan keagungan pesona cinta, hingga detak jantungnya selalu mendetakkan dentuman kasih kepada yang di cinta. Hanya ada dia, dia dan dia yang merasuki aliran darah dalam tubuhnya. Menjadi vitamin namun juga dapat menjadi candu hingga racun jingga yang meringkihkan ketahanan hidupnya. Sungguh daya pesona cinta tak terdefinisikan dan bahkan sebagian pujangga cinta menyebut cinta mampu memutarbalikkan logika, fakta dan realitas di benak ide manusia. Hingga francis bacon menyebut cinta membuat kebijaksanaan manusia luluh, adalah suatu ketidakmungkinan menurutnya, kebijaksanaan berjalan beriringan dengan cinta. Cinta mampu membuat manusia hampir tidak bisa berfikir secara rasional terhadap sebuah realitas, ketika cinta di-hadirkan dalam benak ide kebijaksanaan. Karena perspektif baik-buruk atau benar-salah “terlebur”, tergradasi oleh daya pesona aura cinta.

Karena cinta, Tuhan sudi untuk menciptakan semesta beserta segala isinya. Karena cinta pula, seorang ibu sudi untuk melalui proses melahirkan, walaupun mesti dilalui oleh rasa sakit yang amat sangat serta tak terperi. Seorang ibu tidak pernah berfikir, akankah anaknya nanti akan berbakti kepadanya, yang ia fikirkan adalah semata-mata keselamatan anaknya. Lewat cinta, shakesperre melalui roman romeo & julietnya menyampaikan pesan tentang kegetiran elegi cinta sepasang anak manusia dalam memperjuangkan kesejatian cinta. Sungguh Cinta bersifat universal, dimiliki oleh segenap umat manusia dan diperjuangkan ketika cinta bersifat nisbi serta terdegradasi oleh ketamakan nafsu manusia.

Al-kisah “Cinta” konon diciptakan oleh sang Maha Kuasa guna dipasangkan oleh naluri makhluk ciptaan-Nya juga yang di sebut dengan “nafsu”. Al-Musoddiq dalam essai singkatnya “An-nafs” menyebut nafsu sebagai makhluk yang bebal, setelah diciptakan mesti diredam agresifitasnya dengan dibenamkan di 7 dasar samudera semesta. Meskipun demikian, pembangkangannya masih kentara, untuk itulah rahmat Tuhan yang disebut “cinta” di atributkan pula kepada makhluk ciptaannya -manusia, guna meredam naluri ‘liar’ dari “makhluk” yang bernama nafsu. Jadi sungguh keliru lagi sesat, perspektif sebagian manusia yang menyebut cinta adalah nafsu, karena pada hakekatnya keduanya kontradiktif, saling bertentangan satu sama lainnya dan saling mendamaikan.

Disebutkan dalam liturgi agama samawi, salah satu rahmat Tuhan dari seratus rahmatnya kepada makhluk ciptaannya ialah cinta. Karena cinta makhluk memiliki belas kasih manifestasi dari belas kasih Tuhan kepada makhluknya. Karena cinta -rahmat Tuhan- harimau tidak akan pernah memangsa anaknya sendiri, karena cinta agresifitas naluri terdalam manusia di kendalikan, dan karena cinta keberlangsungan makhluk di alam semesta ini dapat berlangsung. Sudah banyak para filsuf yang coba mendefinisikan arti cinta, aristoteles misalnya, seorang filsuf Yunani yang mendefinisikan cinta sebagai sebuah kebajikan, mekanisme pengawal bagi manusia guna berlogika dalam menilai baik atau buruknya setiap tingkah polahnya bagi umat makhluk di sekitarnya. Kahlil Gibran, seorang romantisme abad pertengahan dalam setiap karya perenungannya selalu mengetengahkan keagungan cinta, baik itu dari kesukacitaan yang di hadirkannya maupun setiap penderitaan yang dihasilkannya dalam aktifitas ber-cinta. Bagi Gibran, cinta akan selalu indah dan mempesona apapun dan bagaimanapun akibat yang di timbulkan dari aktifitas ber-cinta tersebut. Kisah klasik adam dan hawa misalnya, menggambarkan betapa cintanya adam terhadap makhluk yang bernama hawa, membuat adam berani melanggar titah langsung Tuhan terhadapnya yakni menjauhi pohon Khuldi (disebut dalam mazmur sebagai pohon pengetahuan) yang berakibat terusirnya manusia dari sebuah tempat yang konon itu adalah surga. Mungkin benar apa yang dikatakan sebagian besar para pujangga cinta yang menyebut cinta pada titik yang ekstrem dapat memabukkan hingga menyebabkan manusia kehilangan kesadarannya ketika ber-ekstase dalam cinta.

Pendulum sejarah tidak pernah melewatkan keberartian cinta dalam setiap tragedy maupun hingar bingar sejarah manusia. Kisak klasik anak-anak Adam contohnya yakni Habil dan Qobil yang memperebutkan saudara perempuannya, hingga akhirnya karena dibutakan matanya oleh cinta, mampu membunuh saudaranya sendiri. Lalu kemudian tidak akan ada suatu gerakan fundamental yang meruntuhkan system aristokrasi eropa abad pertengahan yang disebut dengan revolusi Prancis, apabila raja Prancis ketika itu Louis XIV tidak dimabukkan cinta oleh Maria Antoinette. Namun tidak semua cinta menyebabkan tragedy sejarah, Cintanya seorang Muhammad misalnya, seorang Nabi pembawa risalah Tuhan, karena keamatcintaannya terhadap Tuhan serta umatnya, ia mampu bertahan terhadap segala macam hinaan, makian serta perbuatan barbar lainnya. Hingga Bernard Lewis menyebut ia sebagai “pelita zaman”, seorang yang mampu menerangi kegelapan serta kebodohan dan membawa perubahan yang fundamental dalam konstruksi masyarakat arab di masa itu hingga kini. Sungguh pesona cinta mewarnai setiap jejak langkah sejarah umat manusia.

Namun dikala Cinta menguak kesedihan,,cinta tidak pergi,,dy hanya berlalu mencari kepastian yg hakiki,,suatu ssaat ketika tiba,dy akan bersemi dan membawa pelangi terang kehidupan dunia Mu...
Itulah harapan akan cinta yang sejati,,tak tergradasi oleh kemilau harta,nafsu dosa dan kejumudan dunia....

Tidak ada komentar: