Jumat, 13 Februari 2009

Kharismatic Leadership Dalam Perspektif Filsafat Akar Tradisi Jawa Dalam Pola Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) di 2009 nanti, discourse mengenai pencarian akan kepemimpinan Indonesia yang ideal semakin gencar diadakan. Ini tidak terlepas dari geliat perubahan yang di ingini oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dari segi perubahan makro maupun mikro ekonomi, politik, social budaya dan lainnya. Ini penting dalam pandangan masyarakat kebanyakan karena seperti yang diutarakan John terry bahwa kpemimpinan adalah ruh dari organisasi. Pergerakan, tumbuh kembangnya organisasi tergantung dari pola kepemimpinan yang akan atau sudah dibangun.

Tradisi jawa dalam pola kepemimpinan di Indonesia peranannya amat berpengaruh. Ini tidak terlepas dari tongkat estafeta kepemimpinan yang didominasi oleh mereka individu yang berasal dari suku bangsa jawa. Dari awal Soekarno hingga kini di era Yudhoyono, praktek-praktek pola kekuasaan raja jawa masih tercitra walau secara implisit. Kesan yang ditimbulkan adalah superioritas Kepemimpinan ras jawa diatas lainnya.

Ada pendapat menarik yang penulis nukil dari bukunya Dennis Lombard yakni Nusa Jawa, ia mengutarakan secara eksplisit bahwa pola kepemimpinan raja jawa bersifat reborn not made, dalam perspektif filsafat bersifat anugrah langsung dari Tuhan. Ini penting karena dalam perspektif Raja jawa, kepemimpinan adalah hak dewa yang kemudian terepresentasikan kepada dominasi raja jawa dimuka bumi sebagai wakilnya. Raja sebagai khalifah (istilah dalam islam) mesti diakui dan dipatuhi setiap perintah dan perkatannya baik yang secara eksplisit maupun implisit karena ini semata-mata merupakan perintah dewa. Raja jawa mesti memiliki pancaran aura kewibawaan, karena dengan memilikinya berarti kepemimpinannya dirahmati oleh Tuhan. Dalam pendekatan kepemimpinan kontemporer saat ini pancaran aura kepemimpinan tersebut di istilahkan sebagai kharisma. Yudhoyono memiliki syarat yang disebutkan diatas.

Tradisi pola kepemimpinan di Indonesia selalu saja mesti diasosiasikan dengan akar budaya jawa. Mungkin bangsa ini yakin akan ramalan Jayabaya. Seorang raja Kediri yang meramalkan bahwa nusantara dalam kurun 7 generasi akan dipimpin oleh seorang pemimpin yang berasal dari darah trah kerajaan jawa, Notonogoro. Ini terjadi ketika baik Soekarno hingga Yudhoyono menjadi presiden, mereka selalu mengasosiasikan dengan akar trah jawa, baik dari garis keturunan surakarta, solo maupun mataram kuno. Yudhoyono dalam ramalan Jayabaya merupakan trah atau generasi ke 3 dari estafeta kepemimpinan raja jawa dinusantara.

Dalam perspektif teori kepemimnan kontemporer, tipe kepemimpinan kharismatik ada yang memang bawaan dari keturunan atau lahiriah, ada yang dibentuk dari lingkungan sosial dimana ia berada. Namun sebagian besar pakar sepakat bahwa tipe kharismatik semata-mata didapatkan dari faktor keturunan atau garis darah. John Maxwell (1987 : 37) contohnya ia berpendapat memang kharisma bisa didapatkan baik melalui ilmu yang dimilikinya maupun karena faktor fisiknya, namun secara genuine kharismat didapat melalui faktor keturunan atau garis trah darah. Perdebatan semakin mengemuka tatkala Yudhoyono mengasosiasikan dirinya dengan trah keraton surakarta. Jelas ini merupakan usaha dirinya guna mendapatkan legitimasi batiniah dalam memimpin Nusantara.

Sikap SBY yang low profile, merupakan bentuk dari sikap jawa yang mengutamakan perenungan batiniah dalam bersikap. Dalam tradisi jawa, perenungan atau Theorya dalam bahasa Plato, memang amat diutamakan baik pemegang kekuasaan dijawa maupun lainnya. Perenungan atau kontemplasi merupakan upaya pemimpin dalam berkomunikasi dengan dewa atau Tuhan sebagai penasehat batin dalam memecahkan setiap persoalan.
Patut kita cermati nanti apakah Yudhoyono semakin menguatkan praktek-praktek ke-jawaannya ditahun 2009, ini bisa dijadikan titik acuan bagaimana nantinya lagi ketika ia kembali memimpin Nusantara....

Sumber
Dennis Lombard, Nusa Jawa, 1989, Sinar Ilmu
John Maxwell, Becoming Influences Person, 1998, Penguin Press
Sumarsono, Pola kepemimpinan di Indonesia, 2002, Gramedia


Ndunkz@2007
Ditulis dalam rangka pengerjaan tugas mata kuliah kepemimpinan.
Selain itu sebenarnya penulis ingin mengelaborasi lebih lanjut, karena terus terang penulis tertarik kepada budaya kepemimpinan dijawa. Next time mungkin dilanjutkan.

Tidak ada komentar: